Pergi ke Hutan

Minggu lalu saya berjalan di tengah hutan dan saya membayangkan mungkin kelak saya tinggal lebih lama di hutan. Saya menyukai bau lumut, keringat lembab terpaan panas bulan Februari yang setia, suara burung-burung di atas kepala saya, dan kesendirian yang bersemayam dalam bayang-bayang tubuh saya. Kami dipertautkan oleh situasi yang jauh dari jalanan padat kota Jakarta: bayang-bayang yang mengikuti langkah kaki saya dan kesendirian hutan.

Saya akan di sana lebih lama. Saya terus membawa bayangan tubuh saya seperti saya membawa masa lalu saya. Saya tidak tahu kapan saya akan berhenti untuk membuka tenda, beristirahat sejenak atau malah membuka kehidupan dengan membangun sebuah rumah di tengah hutan. Persis saya akan mendengar suara burung yang sama, bau lumut, dan semak-semak kering dan padat di antara pohon-pohon ratusan tahun usia di jantung hutan. Barangkali juga kelak saya perlu berjalan ke dataran lebih tinggi menemui gerilyawan yang telah setengah abad berjuang demi bangsa mereka.

Saya akan menikmati hal seperti itu. Saya menyimpan semua masa lalu saya, pada akhirnya, di sebuah kotak imajiner di tempat ratusan mil dari lokasi saya berada saat itu, dan saya akan terus selamanya hidup bersama usia hutan.

Saat itu hutan-hutan habis diburu mesin pembalak. Pohon-pohon gaharu telah dibabat tentara dan aneka jenis tanaman endemik telah punah oleh mesin-mesin korporasi. Saya akan jauh berjalan di ketinggian hutan belantara yang masih liar. Saya akan mengikuti jalan mereka yang sudah ratusan tahun hidup di dalam hutan.

Saya akan menikmati kesendirian, dengan rasa pedih dan sering menjalar ke urat pergelangan tangan saya, namun di hutan, kesendirian cuma bualan mengasihani diri sendiri sebab kesendirian hutan telah menyelimuti saya dan bayang-bayang saya terlindungi oleh gelapnya hutan yang abadi.

Burung-burung akan menjadi teman saya dan mereka makhluk pertama yang membangunkan saya untuk segera berjalan ke hutan, masuk lebih ke dalam, ke jantung hutan, yang menyimpan sejarah masa lalu dan misteri masa depan.

Saya menyukai bayangan hidup saya seperti itu kelak dalam lima tahun ke depan.*

2 pemikiran pada “Pergi ke Hutan

  1. Bung, saya senang tidak ada guru pembimbing karier yang menyarankan Bung untuk belajar akuntansi dalam lima tahun ke depan. Sehingga Bung tetap menyukai bayangan hidup Bung terus dan terus 🙂 🙂 🙂

    1. He he he. Saya menerima curcol kok 😀 Yang menguatirkan dari perkara akuntansi adalah kita bisa berhitung di tengah hutan sambil menghitung jumlah pohon yang tertebang.

Tinggalkan komentar